Saat ini pertumbuhan internet khusus nya social media sangat pesat di
Indonesia. Anak- anak remaja Indonesia sangat nyaman menggunakan social media.
Social media saat ini adalah sarana termudah untuk membagikan segala jenis
informasi yang berasal dari sumber utama. The
Wall Street Journal menyatakan bahwa , jumlah pengguna
Facebook di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2014 sudah mencapai angka 69
juta akun. Jumlah tersebut tentu saja sudah bertambah hingga Agustus 2015 ini.
Indonesia
adalah salah satu Negara yang memiliki pengguna internet yang tercepat dan
terbesar di dunia. Sepepetti yang di lansir oleh We Are Social sebuah agensi
marketing sosial, mengeluarkan sebuah laporan dengan data bulan maret 2015
tentang data jumlah pengguna website, mobile, dan media sosial. Berikut
perkembangan dunia digital Indonesia Terdapat lebih dari 72,7 juta pengguna
aktif internet. Terdapat lebih dari 74 juta pengguna aktif media sosial, dimana
64 penggunanya mengakses media sosial menggunakan perangkat mobile dan >
308,2 juta pengguna handphone
Dari laporan tersebut, Facebook masih menjadi media sosial yang paling
banyak digunakan, setelah Twitter, Google+, Linkedin, Instagram dan Pinterest
di Indonesia. Kemudian WhatsApp menjadi aplikasi chatting yang paling digemari
penduduk tanah air setelah Facebook Messenger, Skype dan Line.
Hal ini diperkuat pada saat CEO Facebook Mark Zuckerberg berkunjung ke
Indonesia sekitar Bulan Oktober 2014 lalu, Mark mengatakan bahwa Indonesia
merupakan pasar yang besar dan sangat potensial, karena jumlah tersebut
terbilang baru sedikit bila dibandingkan dengan penetrasi internet dan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta orang. Sedangkan untuk pengguna
Twitter di Indonesia seperti diungkapkan oleh CEO Dick Costolo sudah mencapai 50
juta anggota dan diyakini angka itu akan terus bertambah di masa depan.
Artinya betapa massif ya
pengguna internet di Indonesia yang saat ini sudah melampaui sepertiga penduduk
total Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 255 juta
jiwa. Terdapat 70 juta lebih pengguna internet dan social media di Indonesia. Berdasarkan
letak domisili, 78,5% dari total seluruh pengguna internet di Indonesia tinggal
di wilayah Indonesia bagian Barat. Dan ini terkait dengan fasilitas
infrastruktur yang lebih tersedia dan siap di kawasan Indonesia Barat.
Beberapa waktu lalu saya sempat bertemu dengan beberapa rekan praktisi
social media membicarakan mengenai perkembangan internet di Indonesia dan lebih
specifik nya lagi adalah pengguna socmed di Indonesia. Salah satu yang menjadi topik
utama saya dalam pembahasan itu adalah betapa besar nya pengaruh internet dan
socmed dalam pembentukan karakter anak/remaja di Indonesia. Betapa
“mengerikan”nya efek internet dan socmed.
Data
menarik lainnya adalah usia pengguna internet di Indonesia berusia antara 18-25
tahun, dengan jumlah sebesar setengah dari total jumlah pengguna internet di
Indonesia (49%). Artinya, segmen pengguna internet di Indonesia adalah mereka
yang termasuk ke dalam kategori generasi millenial. Generasi milenial adalah
generasi yang lahir di era 1980an, ketika teknologi komputer dan internet mulai
dipergunakan.
Perlunya Socmed Parenting
Berdasarkan penilaian saya sehari-hari dan saya pun secara tidak
langsung mengalaminya, pengaruh secmed sudah sangat dalam bagi kehidupan
seseorang tertama anak-anak (usia remaja). Socmed pada remaja (usia 13 – 20
tahun) adalah merupakan usia dimana mereka sedang bersemangat nya untuk mencari
jati diri dan pembentukan karakter pribadi. Mereka akan secara aktif
mengumpulkan dan mengolah informasi dari manapun tanpa terkecuali, dan merekan
akan melakukan pemilahan seacara alami informasi tersebut.
Kebutuh sosok atau panutan lain di luar orang tua dan keluarga menjadi
tinggi. Proses pencarian ini dipermudah oleh berbagai macam cara dan salah satu
kemudahan nya adalah Social Media. Melalui
Social Media, Informasi yang “liar
dan bebas”mendominasi pembentukan pembentukan pola pikir, pembentukan karakter,
kepribadian, gesture dan body language, kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan berbagai macam hal yang merupakan
dasar pembentukan karakter manusia saat ini dipenagruhi oleh social media
Screen Generation, itu
sebutan yang saya mention untuk anak-anak yang saat ini,bahkan dimulai saat
balita (usia 2 – 10 tahun) yang sudah dijejali dengan aplikasi dan games-games
dari handphone, tablet maupun konsol game serta usia remaja (10 – 20 tahun)
yang dijejali oleh social media.
Bahkan saat ini orang tua pun cenderung dibuat kewalahan akan kebisaan
anak dan remaja nya yang mementingan berinteraksi melalui “Screen” (internet
& social media) dibandingkan dengan interaksi social dengan lingkungan nya
secara nyata. Bahkan interaksi dengan orang tua sendiri menjadi terbatas. Atau
bahkan sebalik nya, otang tua pun memiliki kebiasaan yang sama dengan anak nya
untuk selalu attach dengan socmed dan
gadget nya. Inilah salah satu
permsalah saat ini sedang ngetrend.
Salah satu efek yang ditumbulkan oleh kebiasaan ini adalah si anak (terutama
di bawah usia 10 tahun) akan sangat sulit untuk focus dalam mengejakan sesuatu
dan akan mudah bosan dengan suatu kegiatan. Si anak tidak akan mau
menyelesaikan suatu kegiatan tertentu hingga selesai.
Social media, adalah tahap selanjut nya ketika si anak sudah mulai memasuki
tahap remaja dan mulai mengenal pergaulan. Keiinginan untuk bergaul dengan cepat, medorong si anak untuk
“mengkonsumsi” informasi dengan cepat, instan berasal dari sumber yang
“dianggap”kredibel, semua itu ada di socmed. social climber pun dimulai
Peg Streep, seorang pemerhati tren digital dan remaja, menuliskan ada empat
alasan utama mengapa remaja saat ini menjadi maniak media sosial, seperti dilansir
dalam situs Psychology Today. Mencari dan mendapatkan
perhatian, anak-anak “Socmed Generation” saat ini memiliki kesenangan
tersendiri ketika mendapatkan pengakuan dan perhatian public sekitarnya. Hasil
penelitian dari Pew Research Center Study, AS, menunjukkan bahwa
sebagian besar remaja berbagi informasi di sosial media.
Berbagi (shared) informasi
menjadi kunci bagi mereka untuk mendapatkan perhatian bagi diri mereka sendiri.
Semakin cepat mereka share informasi terkini, makan mereka akan semakin
“diakui”sebagai celebrities social media. Bahkan kadang mereka seringkali
mengeluhkan tentang oversharing yang dilakukan pengguna media sosial
ain. Padahal, mereka sendiri juga terjebak di dalamnya. Mereka berbagi begitu
banyak hal (bahkan yang bersifat pribadi) di dalam media sosial.
Banyak yang curcol di sosmed. Curcol (curhat colongan) di medsos
dianggap sebagai salah satu upaya pengurangan beban pikiran dan uneg-uneng
mereka. Padahal ini oleh pengguna sosmed lain adalah “Nyampah”. Tapi kalo yang
curcol adalah public figure, ini akan menjadi menarik dan BAHKAN menjadi lead
sebuah pemberitaan. Hampir sama speerti yang dialami oleh keluarga Kridayanti
(KD) dan anak-anak nya yang baru- baru ini menhebohkan dunia socmed tanah air.
Mencari opini dan pendapat. Remaja saat ini seringkali
meminta pendapat dan persetujuan rekan-rekannya untuk memutuskan sesuatu. Itu
wajar jika di dunia nyata. Namun, dengan adanya media sosial, mereka menjadi
meminta pendapat untuk hal yang tidak penting alias ingin “terlihat penting”
Contohnya, mereka sering up load foto-foto
untuk sekadar melihat bagaimana komentar rekan-rekannya. Semakin dipuji atau hanya
sekadar “Like” di Facebook akan membuat mereka merasa populer. Dengan
kata lain, media sosial menjadi indikator kepopuleran meraka. Pada remaja,populer
di media social adalah kepuasan tersendiri.
Pencitraan. Media
sosial adalah sarana komunikasi yang “tidak ideal” jika dibandingkan dengan
komunikasi langsung (face to face). Karena social media tidak akan mampu
mendeskripsikan pribadi seorang pengguna secara utuh. Tidak ada ekspresim tones
dan gesture yang terlihat dalam berkomunikasi. Oleh sebab itu, remaja
menjadikan media sosial sebagai penumbuh citra positif mereka hanya berdasarkan
tulisan saja. Remaja akan cenderung memberikan kesan yang baik saat di media
sosial. Mereka berharap orang lain melihat mereka seperti apa yang mereka
harapkan.
Kecanduan Social Media. Media
sosial cenderung secara tidak sadar membuat remaja kecanduan. Mereka
akan sulit untuk focus terhadap sesuatu dan cenderung sulit mengalihkan pandang
dari social media. Mereka “terjebak" dalam lingkaran drama media sosial. Banyak
perilaku remaja yang menimbukan dilematisme seperti: meski mereka terus
mengeluh tentang "drama" dalam media sosial, kenyataannya mereka
adalah juga pelaku drama itu sendiri.
Parenting
atau bimbingan orang tua sangat dan harus semakin ketat dalam mengawasi
penggunaan internet dan social media anak-anak nya. Ketat disini BUKAN seperti
layak nya polisi, malah runyam nanti hubungan dengan anak. Lakukan pendekatan
yang friendly dengan anak, jika perlu
orang tua perlu buatlah akun socmed yang “disamarkan” atau malah mungkin
terang-terangan.
Berkomunikasilah di socmed layaknya teman dan sahabat, JANGAN JUDGING di socmed. Orang tua sering
kali lupa “daratan” jika sedang melakukan “evaluasi” terhadap perilaku si anak
di socmed, hindari komen-komen “menyerang”yang dilakukan di ranah public
terutama di timeline (lini masa)
si anak.
Lindungilah keluarga anda dengan beromunikasi dengan baik,
bertanggungjawab dan terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar