I Nyoman Gede Sumaartha |
Pada awalnya, usaha yang dijalankan hanya sebagai trader. “Alasan utama saya waktu itu karena tidak ingin ada capital flight. Kebetulan sejak tahun 1990 sampai 1995 saya bekerja sebagai freelance agent untuk trader asing yang membeli barang dari supplier di Bali untuk kemudian di jual ke pasar Eropa maupun Amerika. Ini kan artinya para trader itu yang dapat untung. Mengapa tidak kita saja yang lakukan sehingga keuntungan itu tidak lari ke luar negeri,” kata Nyoman Sumaartha. Karena masalah kualitas dan jadwal yang ketat, Nyoman Sumaartha kemudian memutuskan untuk memulai produksi sendiri, tidak hanya mengandalkan para pemasok (supplier). Mengandalkan kreativitas, kualitas yang terjaga, kejujuran dan etika, dia berhasil meraih kepercayaan dari pembeli-pembeli di luar negri dan dalam negeri.
Karyawan Seni Echo I Nyoman Gede Sumaartha |
Bisnis Seni Echo pun semakin berkibar. Saat ini Seni Echo memiliki pabrik berkapasitas 2.500 – 3.000 potong di Banjar Padang, Kerobokan, Kuta, dengan jumlah karyawan 80 orang. Jumlah tenaga kerja yang terlibat bisa mencapai 400 orang jika ditambahkan dengan pekerja dari 30 pemasok Seni Echo. Omzet pun terus tumbuh dan mencapai Rp 8 miliar pada 2012. Untuk tahun ini, penjualan diperkirakan setidaknya mencapai Rp 9 miliar.
Seru sekali berbincang dengan Bli Nyoman ini, penuh idealisme muda |
Produk yang dihasilkan Seni Echo adalah produk kerajinan untuk keperluan rumah tangga (home décor). Seni Echo memiliki pelanggan tetap dari luar negeri, mencakup Asia, Australia hingga Amerika Serikat. Beberapa butik dekoratif lokal ternama juga tercatat sebagai pelanggan loyalnya.
Produk-produk yang dipajang di toko nya |
Seni Echo hanyalah dari sekian banyak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang memperoleh bantuan pendanaan dari Sarana Bali Ventura."Bantuan yang dirasakan bukan hanya dari segi modal, tapi juga pendampingan. Dengan adanya pendampingan dari Sarana Bali Ventura membuat kami lebih nyaman dan confident,” ucap Made Dwija. Direktur Utama Sarana Bali Ventura I Made Gunawirawan mengatakan, pendampingan memang menjadi salah satu pembeda perusahaan yang dipimpinnya dibandingkan dengan bank.
Dalam hal ini, Sarana Bali Ventura tidak memandang UMKM sebagai nasabah, tapi lebih kepada mitra. “Kami menyebutnya perusahaan pasangan usaha (PPU),” ujar dia. Dengan adanya pendampingan itu pula, Sarana Bali Ventura berhasil menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkannya. Saat ini, non-performing investment (NPI) atau dalam perbankan lebih dikenal dengan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Sarana Bali Ventura hanya berkisar 1,9%.
Sarana Bali Ventura yang didirikan pada 1994 menurut Made Gunawirawan hadir untuk membantu usaha yang dinilai oleh bank belum layak mendapat pendanaan (belum bankable) karena berbagai alasan, mulai dari skala bisnis, persyaratan administrasi hingga ketiadaan jaminan (agunan). Tak jarang dalam melakukan penilaian terhadap calon PPU, Sarana Bali Ventura juga menerapkan pendekatan sosial budaya. “Di Bali ini banyak usaha yang dinilai belum bankable padahal sebenarnya punya prospek bagus,” papar dia.
Sarana Bali Ventura kini memiliki kurang lebih 300 pasangan usaha yang menyerap kurang lebih 2.000 tenaga kerja. Perusahaan ini juga telah banyak membantu bisnis yang tadinya dinilai belum bankable menjadi usaha berskala besar, satu di antaranya Hardys Supermarket.
Semoga tertular sukses Bli Nyoman |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar