Beberapa waktu lalu saya bersama beberapa teman saya melakukan perjalanan ke beberapa daerah di Yogyakarta salah satunya daerah Sentolo, Kulonprogo. Dengan berbekal informasi yang kami peroleh, disana kami bertemu dengan Ibu Martini, wanita berjilbab dengan menggunakan stelan batik khas Yogya dan sederhana ini menyambut kami dengan sangat ramah. Halaman rumah yang belum terjamah oleh semen yang ditumbuhi oleh tanaman hias "liar", rumah dengan ukuran cukup besar tetapi berbentuk sangat sederhana, dan beberapa mobil kijang pickup tua sederhana terparkir di halaman rumahnya.
Kami mengunjungi Martini untuk melihat dari dekat produk yang dihasilkan oleh wanita berusia 30an tahun ini. Produk utama yang dihasilkan oleh Martini adalah kerajinan SANDAL JEPIT dan beragam barang anyaman.....hahaha....ya dari awal saya dan teman-teman saya agak sedikit bingung seperti apa sendal jepit yang dihasilkan oleh wanita itu. Ternyata benar, setelah kami melihat hasil produk Martini, kami pun sadar bahwa kita yang kerja di Ibukota Jakarta ini tidaklah ada artinya dibandingkan dengan dia.
Kisah perjalanan usaha Martini cukup unik, ibu yang memiliki 1 orang putri ini memang sejak SD suka sekali dengan dunia kerajinan dan anyaman, bahkan sejak menginjak dewasa tidak pernah terpikir olehnya bahwa hobinya itu akan mengantarkan dia menjadi pengusaha yang sukses. Bahkan dia pernah menjadi pembantu rumah tangga, penjual sayuran dan sempat berkelana hingga Padang dan Lampung untuk menyambung hidupnya. Setelah pulang kampung, dan menikah, is memutuskan untuk bekerja dengan orang lain untuk membuat anyaman dan akhirnya perusahaan tersebut tutup karena merugi. Akhirnya Martini memberanikan diri untuk mencoba keahlianya dalam membuat kerajinan, dengan modal awal Rp 250,000 dia memulai usahanya dengan membuat anyaman tas dan karpet berbahan eceng gondok. Dengan mengendarai sepeda ontel peninggalan orang tuanya sejauh 40km Martini menjajakan hasil kerajinan nya kepada beberapa pedagang di kota. Semakin lama pesanan semakin membanjiri Martini, akhirnya ia mempekerjakan saudara dan tetangganya untuk menganyam.
Akhirnya bisnis Martini berkembangan dengan pesat hingga ia mampu merekrut 70 karyawan dirumahnya sendiri dan 600 pekerja yang rata-rata adalah wanita dari beberapa daerah seperti DIY, Klaten, Solo, Kutoarjo, Purworejo dan Malang dari mereka lah Martini memperoleh pasokan anyaman. Walaupun sempat terpukul pada tahun 2006 lalu saat gempa besar melanda Yogyakarta, sehingga meluluhlantahkan rumah produksi Martini sehingga memaksa Martini untuk menghentikan usahanya untuk sementara, bahkan ada yang berutang hingga Rp 400 juta tetapi hal itu tidak menyurutkan Martini untuk terus berkarya. Hingga saat ini Martini bisa memperoleh keuntungan sekitar Rp 300jt - Rp 350jt dari usahanya. Produk utamanya adalah Sndal Jepit dengan berbahan semi spon yang lentur dan ringan dengan model yang sangatu unik, dipadupadan kan dengan pernak pernik kerang dan anyaman. Dan produk ini telah memasuki pasar Prancis, Italia, Eropa, dan Amerika.
Setelah kita mengunjungi Martini, saya dan teman-teman kembali dengan rasa yang bercampur aduk, ada rasa kagum, heran...kok bisa ya? kapan ya kita bisa kaya dia? kita aja yang kerja mati-matian di Jakarta aja ga sampai segitu....tapi kita merasa termotivasi...Matini bisa masa kita yang sudah dilengkapi dengan segala kemudahan tidak bisa mencapai apa yang dicapai oleh Martini....kita patut conton semangat Martini dalam berjuang.....ingat NO PAIN NO GAIN!! MANTAP!!!!.....