Bali - Beberapa hari lalu (Senin,26/11) gw sempat pulang ke Bali untuk menghadiri penyerahan program bantuan corporate social responsibility (CSR) Perusahaan Pengelola Aset (PPA) di desa gw di Bali. Kebetulan bertepatan dengan odalan (ulang tahun) Pura Desa Banyuning di Singaraja, Bali. PPA memberikan bantuan seperangkat gong kebyar (perangkat gamelan khas lengkap) kepada Desa Banyuning untuk digunakan sebagai bagian upaya pelestarian budaya. Momentum ini cukup mengejutkan dan sangat membanggakan sebagai warga Desa Banyuning buat gw karena baru kali ini desa gw mendapatkan perhatian sebesar ini.
Acara peresemian dan penyerahan program CSR PPA ini dilakukan di pelataran Pura Desa Banyuning, Pura yang sudah berumur kurang lebih 250 tahun dan telah menjadi tempat ibadah warga desa Banyuning selama 5 generasi turun temurun. Proses penyerahan gong kebyar ini dihadiri oleh Boyke Mukijat - Dirut PPA, I Nyoman Sutjidra - Wakil Bupati Singaraja, Kompol T. Widodo - Kapolres Singaraja dan I Wayan Karya - Tokoh Masyarakat Banyuning dan Made Sudhiadnya -Perwakilan Pembuat Gong Kebyar bersama seluruh warga Desa Banyuning.
Gong Kebyar ini merupakan gong/perangkat gamelan yang dimiliki pertama kali oleh Desa Banyuning. Boyke mengharapkan dengan adanya bantuan ini warga desa Banyuning akan semakin semangat lagi dalam beribadah, menjaga kelestarian budaya dan persatuan dan kesatuan warga desa ditengah banyaknya perpecahan dan konflik antar warga yang akhir-akhir ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia. "Lebih baik adu gamelan dibanding tawuran" tegas Boyke di depan para warga, yang kemudian disambut sangat meriah oleh warga. Ibarat gamelan, alunan nya bisa terdengan sangat indah yang terbangun dengan berbagai macam perbedaan fungsi dari maing-masing instrumen nya, tetapi menghasilkan alunan musik yang sangat kuat dan indah.Warga Banyuning akan menjadikan hal ini sebagai momentum bersejarah bagi keberlangsungan desa mereka dengan menjaga dan membentuk organisasi/wadah untuk melakukan berbagai aktifitas berkaitan dengan penggunaa gamelan tersebut.
Sekilas mengenai Gong Kebyar (sumber : Babad Bali)
Kebyar artinya bermakna cepat, tiba-tiba dan keras. Gamelan ini menghasilkan musik-musik keras dan dinamis.
Gamelan ini dipakai untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan
tabuh-tabuhan instrumental. Secara fisik Gong Kebyar
adalah pengembangan kemudian dari Gong
Gede dengan pengurangan peranan, atau pengurangan beberapa
buah instrumennya. Misalnya saja peranan trompong
dalam Gong Gebyar dikurangi, bahkan pada tabuh-tabuh
tertentu tidak dipakai sama sekali, gangsa jongkoknya
yang berbilah 5 dirubah menjadi gangsa gantung berbilah
9 atau 10 . cengceng kopyak yang terdiri dari 4 sampai
6 pasang dirubah menjadi 1 atau 2 set cengceng kecil.
Kendang yang semula dimainkan dengan memakai panggul
diganti dengan pukulan tangan.
Secara konsep Gong Kebyar adalah
perpaduan antara Gender Wayang,
Gong Gede dan Pelegongan.
Rasa-rasa musikal maupun pola pukulan instrumen Gong
Kebyar ada kalanya terasa Gender
Wayang yang lincah, Gong
Gedeyang kokoh atau Pelegonganyang
melodis. Pola Gagineman Gender
Wayang, pola Gegambangan dan pukulan Kaklenyongan
Gong Gede muncul dalam berbagai
tabuh Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar adalah
produk kebudayaan Bali modern. Barungan ini diperkirakan
muncul di Singaraja pada tahun 1915 (McPhee,
1966 : 328). Desa yang sebut-sebut sebagai asal pemunculan
Gong Kebyar adalah Jagaraga (Buleleng)
yang juga memulai tradisi Tari
Kebyar. Ada juga informasi lain yang menyebutkan bahwa
Gong Kebyar muncul pertama kali di desa Bungkulan
(Buleleng). Perkembangan
Gong Kebyar mencapai salah satu puncaknya pada tahun
1925 dengan datangnya seorang penari Jauk
yang bernama I Mario
dari Tabanan yang menciptakan
sebuah tari Kebyar
Duduk atau Kebyar Trompong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar